Monday, March 9, 2009

Lautan Biru

Bila dunia sudah demikian saling bersaing hingga berdarah-darah, kini saatnya menciptakan situasi yang berbeda. Mari bangun atmosfir lautan biru.

Pertemuan WIEF (World Islamic Economic Forum) ke 5 yang diselenggarakan di Jakarta (2-3 Maret 2009), telah berlalu. Pertemuan itu tentu menjadi semacam “pesta akbar” dan penghiburan bagi para pelaku, pemerhati, serta “pejuang” ekonomi syariah di negeri ini.

Konferensi ini dihadiri oleh sekitar 700 peserta dari beberapa negara. Sejumlah pemimpin negara seperti PM Malaysia Abdullah Ahmad Badawi, Presiden Yaman Ali Abdullah Saleh, dan PM Maroko Abbas al Fasi ikut hadir dalam acara ini.

Sebagaimana diketahui, WIEF adalah prakarsa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), PM Malaysia Abdullah Badawi, PM Pakistan Syaukat Aziz, serta Crown Prince and Deputy Ruler Ras al Khaimah Emirate Sheikh Saud bin Saqr al Qasimi pada tahun 2005 lalu.

Pada pertemuan ini juga dilangsungkan Memorandum of Agreements (MoA) antara pemerintah Ras Al Khaimah Emirate dengan provinsi Kalimantan Timur; ETA Star Dubai, Itochu Corporation Jepang dengan PT Pertamina; PT Garuda Indonesia dengan Dubai Aerospace Enterprises; serta Bank Muamalat Indonesia dengan The National Commercial Bank Saudi Arabia, Islamic Payments System Sdn Berhad Malaysia dan PT Pos Indonesia.

Forum ini melahirkan sebuah kesepakatan bersama antar negara Islam yang disebut sebagai Deklarasi Jakarta. Salah satu rekomendasinya adalah upaya bersama-sama untuk mengatasi krisis global. (Kompas, 4 Maret 2009)

Saya tidaklah memiliki kapasitas yang memadai untuk “ikutan” membicarakan isu-isu yang dibahas dalam forum tersebut. Namun, satu hal yang tentu boleh ikut “merasakan”: gaung WIEF menunjukkan gerakan ekonomi syariah semakin memiliki aseptansi yang baik setelah hampir dua dasawarsa sejak lahirnya Bank Muamalat pada 1990. Ekonomi syariah yang tadinya bagai makhluk planet aneh, bahkan bagi umumnya umat Islam sendiri, kini mulai menjejak bumi.

Jika dibaca semangatnya, semua sepakat menyatukan visi dan langkah mengatasi persoalan yang dihadapi semua negara. Dalam tataran konsep ekonomi syariah, inilah yang dimaksud “musyarakah” dalam arti luas.

Secara harafiah, musyarokah memiliki pengertian kebersamaan, kerjasama, aliansi, sinergi atau kata lain yang mengacu kepada penyatuan dua atau beberapa entitas yang berbeda untuk mencapai tujuan dan kebaikan bersama.

Jika memang yang dimau WIEF benar-benar terwujud dalam pelaksanaan selanjutnya, berarti mereka memang ingin menciptakan atmosfir baru dalam tata hubungan ekonomi internasional mereka.

Saya jadi teringat buku “Blue Ocean Strategy”, 2005, yang monumental itu. Sebuah konsep melawan arus dari pemahaman dunia selama ini yang mengagungkan persaingan demi persaingan, bahkan perang dalam ekonomi maupun bisnis.

W. Chan Kim dan Renee Mauborgne mengenalkan konsep “Lautan Biru” itu dengan memberi nasehat:” … untuk berjaya di masa depan, perusahaan harus berhenti bersaing satu sama lain”.

Maka, ijinkanlah saya mempadankan diskursus “Lautan Biru” itu dengan konsep musyarakah dalam ekonomi syariah. Walaupun sejatinya, secara konsepsi, musyarokah sudah mengakar jauh sejak 1.400 tahun lalu sebelum buku terbitan Harvard Business School itu terbit.

Bagi siapapun Anda para intelektual dan ekonom syariah, tentu tidak perlu gusar. Bila konsepsi yang diagungkan bernama musyarokah itu, dalam tataran praksis, uraiannya ternyata begitu gamblang di-jelentrehkan oleh orang lain.
________________________
KETERANGAN FOTO: Sebuah kapal tengah merapat di pelabuhan Batam. Tampak jauh dibelakangnya, bangunan-bangunan tinggi kota Singapura.
Read More...

No comments:

Post a Comment